Ekonomi

Utang Luar Negeri Turun, Rasio Terjaga, RI Tetap Waspada

Utang Luar Negeri Turun, Rasio Terjaga, RI Tetap Waspada
Utang Luar Negeri RI turun jadi US$ 427,2 miliar di Februari 2025, didominasi jangka panjang. Rasio terhadap PDB turun jadi 30,2%. Ekonom sebut masih aman tapi perlu waspada.

JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan pada Februari 2025. Total ULN tercatat sebesar US$ 427,2 miliar, turun dari posisi Januari 2025 yang sebesar US$ 427,9 miliar.

Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga menunjukkan perbaikan, menurun menjadi 30,2% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 30,3%. Struktur utang juga tetap terjaga dengan porsi jangka panjang mendominasi sebesar 84,7%.

Sponsor
Sponsor

Posisi Utang Masih Dalam Koridor Aman

Ekonom Global Markets Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai kondisi utang luar negeri Indonesia saat ini masih tergolong aman dan terkendali.

Baca Juga: OECD Peringatkan Krisis Utang, Bagaimana Posisi Indonesia?

Menurutnya, selama rasio terhadap PDB masih di bawah 35%, maka tidak ada sinyal alarm yang mengkhawatirkan bagi perekonomian nasional.

“Utang luar negeri kita dari sisi rasio terhadap GDP masih sangat rendah, ini masih terjaga,” ungkapnya.

Dampak Perang Dagang Terbatas

Myrdal juga menilai dampak dari memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok terhadap ekonomi Indonesia akan cenderung terbatas.

Pasalnya, komposisi mitra dagang utama Indonesia masih didominasi oleh negara-negara Asia seperti ASEAN, Tiongkok, India, dan Jepang.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi 2025 Terancam di Bawah Target

“Pangsa ekspor ke AS hanya sekitar 10%, jadi pengaruhnya tidak dominan. Meski demikian, pemerintah tetap perlu mengedepankan jalur negosiasi jika terjadi ketegangan,” ujarnya.

Pemerintah Didorong Jaga Momentum Ekspor

Untuk menjaga stabilitas sektor eksternal, Myrdal menyarankan pemerintah agar tetap fokus pada penguatan pasar-pasar ekspor tradisional dan mendorong diversifikasi.

Menurutnya, upaya membuka jalur diplomasi baru dan meningkatkan kualitas perjanjian dagang menjadi krusial dalam menghadapi dinamika global.

“Negosiasi tetap jadi instrumen penting agar kita tidak terlalu terdampak tekanan eksternal,” jelasnya.

Baca Juga: Ekonomi RI Kuartal I-2025 Ditopang Ramadan, Daya Beli Masih Lemah

Perluas Strategi Mitigasi Risiko Eksternal

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, juga menyampaikan pandangan senada. Ia menyebut bahwa dominasi ULN jangka panjang memberikan ruang stabilitas yang lebih besar.

“Sebagian besar ULN pemerintah saat ini memiliki tenor jangka panjang, bahkan mencapai 99,9% dari total. Ini membuat risiko refinancing jadi lebih rendah,” katanya.

Namun ia tetap mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap pelemahan nilai tukar serta perlambatan ekspor yang mungkin dipicu kondisi eksternal.

Baca Juga: Prabowo Angkat 31 Dubes RI, Perkuat Diplomasi Global

Dorongan Untuk Diversifikasi dan Hedging

Untuk memperkuat daya tahan ekonomi nasional, Banjaran menyarankan agar strategi diversifikasi ekspor terus diperluas. Ia juga menekankan pentingnya sektor pariwisata dalam meningkatkan cadangan devisa.

“Percepatan hilirisasi industri juga harus didorong, agar nilai tambah ekspor bisa meningkat,” ucapnya.

Selain itu, strategi lindung nilai atau hedging terhadap risiko nilai tukar dinilai penting, terutama karena potensi depresiasi rupiah masih membayangi dalam jangka menengah hingga panjang.

Banjaran menambahkan bahwa penguatan cadangan devisa dan efisiensi dalam penggunaan dana pinjaman luar negeri harus terus menjadi prioritas pemerintah dalam menjaga keberlanjutan stabilitas eksternal Indonesia.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru

Exit mobile version