JAKARTA, bursanusantara.com – Para ekonom memproyeksikan inflasi di awal Kuartal II-2025 akan meningkat dibanding periode sebelumnya yang masih mengalami deflasi. Laju inflasi diperkirakan berada di rentang 2% hingga 3,5% sepanjang kuartal ini, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada Maret 2025.
Faktor Penyebab Kenaikan Inflasi
Salah satu pemicu utama kenaikan inflasi adalah berakhirnya insentif diskon tarif listrik sebesar 50% pada 28 Februari 2025. Sejak 1 Maret 2025, tarif listrik kembali normal, memberikan tekanan inflasi terutama pada sektor perumahan dan energi.
Selain itu, faktor musiman Ramadan dan Idulfitri juga menjadi pendorong inflasi pada Maret. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami deflasi 0,48% (month to month/mtm) dan 0,09% (year on year/yoy) pada Februari 2025. Namun, tren ini diperkirakan berbalik menjadi inflasi dalam beberapa bulan ke depan.
Proyeksi Inflasi Kuartal II-2025
Inflasi Maret Diprediksi Lebih Tinggi
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memperkirakan inflasi di Kuartal II-2025, terutama April, akan berada di kisaran 2,5% – 3,5%. Namun, ia menilai inflasi pada Maret akan lebih tinggi dibanding April karena adanya kenaikan harga kebutuhan selama Ramadan dan Idulfitri.
“Bulan April pasca-lebaran, inflasi akan kembali menurun, tetapi diperkirakan tidak akan terjadi deflasi. Inflasi triwulan II akan tetap rendah di tengah terbatasnya permintaan akibat daya beli yang menurun,” ujar Piter kepada Kontan, Senin (24/3).
Keseimbangan Inflasi dan Daya Beli
Kepala Pusat Makroekonomi INDEF, Rizal Taufiqurrahman, memproyeksikan inflasi April berada di kisaran 2,5% – 3,0% secara tahunan (yoy). Ia menilai ada tanda-tanda pemulihan ekonomi, meskipun tekanan inflasi tetap harus diwaspadai.
“Artinya, pelan-pelan ekonomi akan pulih dengan kecenderungan inflasi meningkat dibanding bulan sebelumnya, terutama karena pasar tenaga kerja mulai menyerap banyak pekerja,” ungkap Rizal.
Ia menambahkan bahwa faktor kebijakan dan dinamika pasar harus diperhitungkan dalam proyeksi inflasi. Berakhirnya diskon tarif listrik memang menambah tekanan inflasi, tetapi efeknya juga bergantung pada harga komoditas global, nilai tukar rupiah, dan daya beli masyarakat.
“Jika daya beli masih terbatas akibat pemulihan ekonomi yang belum merata, maka kenaikan inflasi akibat normalisasi tarif listrik cenderung lebih moderat,” kata Rizal.
Dampak Kenaikan Inflasi di Kuartal II-2025
Menurut Rizal, faktor psikologis dalam mekanisme harga juga berperan. Beberapa perusahaan atau pelaku usaha mungkin akan menaikkan harga barang dan jasa lain sebagai dampak dari kenaikan biaya listrik.
Selain itu, harga pangan pasca-Idulfitri cenderung naik sebagai pola musiman. Namun, intensitasnya akan bergantung pada kesiapan pasokan dan distribusi di dalam negeri.
Para ekonom menilai inflasi triwulan II tetap akan terkendali selama pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara tekanan inflasi dari sisi biaya (cost-push inflation) dan permintaan (demand-pull inflation).
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru