Ekonomi

Ekonomi RI Kuartal I-2025 Ditopang Ramadan, Daya Beli Masih Lemah

Ekonomi RI Kuartal I-2025 Ditopang Ramadan, Daya Beli Masih Lemah
Momentum Ramadan dorong ekonomi kuartal I-2025, namun daya beli masyarakat masih jadi tantangan serius.

JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Di tengah tekanan ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik, perekonomian Indonesia pada kuartal I-2025 menunjukkan geliat positif berkat momentum Ramadan dan Idulfitri.

Namun demikian, ancaman melemahnya daya beli masyarakat menjadi catatan penting yang harus diwaspadai para pemangku kebijakan.

Sponsor
Sponsor

Ramadan dan Lebaran Jadi Penopang Konsumsi

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan bahwa momen Ramadan dan Idulfitri pada kuartal I-2025 memberikan kontribusi signifikan terhadap konsumsi domestik, yang notabene menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga: Inflasi Kuartal II-2025 Diprediksi Naik, Ini Penyebabnya

“Momentum ini mendorong pengeluaran rumah tangga, meskipun masih ada kekhawatiran karena belum sepenuhnya pulihnya daya beli masyarakat,” ujar Shinta. Ia menyoroti adanya deflasi pada Januari dan Februari serta deflasi tahunan di Februari 2025 sebagai indikator lemahnya permintaan.

Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal I berada di kisaran 5% — dengan rincian 5,02% pada 2022, 5,04% di 2023, dan 5,11% pada 2024. Untuk tahun ini, Apindo memproyeksikan pertumbuhan antara 4,9% hingga 5,1% (year-on-year).

Stimulus Pemerintah: Efektif Tapi Perlu Diuji

Pemerintah telah menggelontorkan berbagai stimulus fiskal untuk menjaga daya beli, termasuk diskon tarif listrik 50%, bantuan sosial, THR, hingga program keluarga harapan (PKH). Namun Shinta menilai bahwa efektivitas kebijakan ini tetap harus dicermati dalam implementasinya di lapangan.

Baca Juga: PHK Massal di Awal 2025, Daya Beli Masyarakat Terpuruk

“Pemerintah harus pastikan stimulus tepat sasaran dan tidak hanya bersifat sementara,” tegas Shinta. Menurutnya, fokus ke depan adalah memperkuat konsumsi jangka panjang dan bukan hanya mengandalkan dorongan musiman.

Tantangan dari Sisi Eksternal dan Internal

Guru Besar FEB UI, Telisa Aulia Falianty, menambahkan bahwa tantangan pertumbuhan ekonomi saat ini berasal dari tekanan global serta pelemahan kelas menengah di dalam negeri. Ia menyebutkan bahwa banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) turut menekan konsumsi masyarakat kelas menengah—kontributor utama belanja domestik.

Tak hanya itu, Telisa menyoroti kebijakan perdagangan dari Presiden AS Donald Trump yang berpotensi berdampak pada perdagangan internasional Indonesia. “Ekspor-impor ikut terpengaruh, meskipun sedikit terbantu dengan pelemahan nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Baca Juga: Menteri ESDM Prioritaskan Batubara dan Gas untuk PLN

Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 akan stagnan di kisaran 5,01–5,04%. Menurutnya, faktor stagnasi disebabkan oleh kombinasi tantangan global dan ketidakefektifan intervensi fiskal yang dilakukan pemerintah.

Investasi dan Ekspor: Masih Rentan Gejolak

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, mengatakan bahwa penurunan kepercayaan investor menjadi isu yang serius. Ia menyalahkan komunikasi kebijakan fiskal pemerintah yang kurang transparan, sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar.

“Nilai tukar rupiah tertekan dan IHSG jatuh. Hal ini mengganggu arus modal masuk,” kata Anggawira. Di sisi ekspor, ia mengakui adanya potensi pertumbuhan antara 5% hingga 5,7% tahun ini, namun sangat tergantung pada kondisi mitra dagang global.

Baca Juga: Warren Buffett Jual Seluruh Saham di Tiga Aset Besar, Ini Dampaknya

Anggawira menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dan peningkatan daya saing produk lokal sebagai langkah adaptif terhadap gejolak eksternal.

Pandangan Ekonom: Perlu Solusi Struktural

Ekonom dari LPEM FEB UI, Teuku Riefky, memperingatkan bahwa stimulus fiskal tidak cukup untuk menyelesaikan masalah mendasar. “Penurunan daya beli tidak bisa ditambal hanya dengan bansos. Yang dibutuhkan adalah solusi struktural seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan,” tegasnya.

Ia menyoroti perlunya Indonesia mengantisipasi arus modal keluar dan dampak dari perang tarif global. Dalam hal ekspor, Riefky menyarankan agar Indonesia agresif membuka pasar baru di negara nontradisional. “Persaingan makin ketat, kita harus mampu bersaing dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia,” katanya.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia 2025 Melambat? Kadin: Pertumbuhan Tetap On Track

Di tengah dinamika tersebut, ekonomi Indonesia masih punya peluang untuk tumbuh apabila semua sektor dari konsumsi, investasi, hingga ekspor dikelola secara integratif dan responsif terhadap tantangan global.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru

Exit mobile version