JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan strategi baru pemerintah dalam merespons ketidakseimbangan neraca perdagangan dengan Amerika Serikat.
Dalam pertemuan bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah tengah mengkaji rencana penambahan impor energi dari AS.
Impor Energi Jadi Alat Negosiasi Tarif
Langkah ini diposisikan sebagai bagian dari strategi negosiasi perdagangan bilateral. Tujuannya, agar AS bersedia menurunkan tarif impornya terhadap produk-produk Indonesia.
Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Siap Berantas Mafia Migas
Bahlil menjelaskan, surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS berdasarkan data BPS mencapai US$ 14,5 miliar. Namun catatan AS menunjukkan surplus yang lebih besar.
“Kita cari keseimbangan. Salah satu caranya, kita beli LPG, crude oil, dan BBM dari Amerika,” ujar Bahlil kepada awak media, Kamis (17/4/2025).
Ia menyebut, nilai impor dari sektor energi yang direncanakan bisa mencapai lebih dari US$ 10 miliar.
Komposisi Impor Akan Disesuaikan
Saat ini, impor energi Indonesia tersebar dari berbagai negara, seperti Timur Tengah, Afrika, Asia Tenggara, dan AS. Dengan adanya penambahan impor dari AS, maka pemerintah akan mengurangi volume dari negara-negara lain.
Baca Juga: Rupiah Terpuruk ke Rp16.611 per Dolar AS, Tertinggi Sejak 1998
Menurut Bahlil, hal itu murni kebijakan dagang dan tidak memiliki ikatan perjanjian jangka panjang. Prinsipnya adalah fleksibilitas untuk mendapatkan tarif impor yang lebih menguntungkan.
“Kalau tarif dari AS turun, ya kita switch saja. Gak ada masalah,” ungkapnya.
Ia memastikan, kebijakan ini tidak akan membebani APBN karena tidak ada peningkatan kuota impor secara total.
Fokus Utama pada LPG dan Crude Oil
Saat ini, sekitar 54% impor LPG Indonesia berasal dari AS. Pemerintah menargetkan peningkatannya menjadi 80% hingga 85%.
Baca Juga: Menteri ESDM Prioritaskan Batubara dan Gas untuk PLN
Sementara untuk crude oil atau minyak mentah, porsi impor dari AS masih sangat kecil, yaitu hanya 4%. Namun akan ditingkatkan secara signifikan menjadi di atas 40%.
“BBM juga akan ikut disesuaikan. Tapi rinciannya masih akan dibahas teknis bersama Pertamina,” kata Bahlil.
Ia menegaskan bahwa strategi ini harus tetap sejalan dengan upaya menjaga kestabilan pasokan energi nasional dan efisiensi fiskal negara.
Baca Juga: China, Korsel, dan Taiwan Bereaksi Keras atas Tarif Baru AS
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru