Geser kebawah untuk baca artikel
Ekonomi

Satgas PHK Didorong Serikat Pekerja Hadapi Dampak Tarif AS

×

Satgas PHK Didorong Serikat Pekerja Hadapi Dampak Tarif AS

Sebarkan artikel ini
Satgas PHK Didorong Serikat Pekerja Hadapi Dampak Tarif AS
KSPI mendorong pembentukan satgas PHK hadapi dampak tarif resiprokal AS. 50 ribu buruh terancam terdampak kebijakan ini.

Serikat Pekerja Desak Pembentukan Satgas PHK

JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Serikat pekerja mendesak pemerintah segera membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang timbul akibat kebijakan tarif balasan atau tarif resiprokal dari Amerika Serikat terhadap produk Indonesia.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan bahwa penerapan tarif ini dapat berdampak besar terhadap keberlangsungan industri dalam negeri, terutama yang berorientasi ekspor ke pasar Amerika.

Sponsor
Sponsor

“Dengan demikian, satgas ini akan berperan aktif untuk memberikan kontribusi bila terjadi potensi PHK,” ujar Said dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Selasa (8/4/2025).

Baca Juga: Tarif Impor Trump Dinilai Tak Picu PHK Industri RI

Struktur Satgas Libatkan Multistakeholder

Said menjelaskan bahwa satgas harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari asosiasi pengusaha, serikat pekerja, hingga perwakilan dari DPR.

Dengan struktur inklusif ini, satgas diharapkan mampu merespons dengan cepat potensi konflik industrial, termasuk pemogokan, jika terjadi pelanggaran hak-hak pekerja yang terkena PHK.

“Satgas ini juga untuk mendeklinasi potensi pemogokan bila terjadi PHK yang mengakibatkan hak buruh tidak dibayar,” lanjutnya. “Kami meminta kepada presiden, bila terjadi PHK, agar hak buruh dibayarkan sesuai aturan.”

Baca Juga: DPR Apresiasi Kejagung Kembalikan 1 Juta Hektare Lahan ke Negara

Industri Rentan Alami PHK Massal

KSPI mencatat, sektor industri yang paling rentan terdampak antara lain tekstil, garmen, sepatu, elektronik, serta makanan dan minuman. Semua sektor ini sangat bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat.

Tak hanya itu, industri sawit, karet, dan pertambangan juga disebut berisiko tinggi mengalami pengurangan tenaga kerja jika kebijakan tarif diberlakukan penuh.

Litbang KSPI dan Partai Buruh memperkirakan sekitar 50 ribu buruh akan kehilangan pekerjaan dalam waktu tiga bulan sejak tarif diberlakukan. Tarif tambahan sebesar 32% membuat produk Indonesia menjadi tidak kompetitif di pasar Amerika.

Baca Juga: PHK Massal di Awal 2025, Daya Beli Masyarakat Terpuruk

Ancaman Relokasi dan Penutupan Pabrik

Perusahaan-perusahaan yang tergolong padat karya di sektor ekspor ini umumnya merupakan milik investor asing. Dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan, mereka cenderung memilih memindahkan produksinya ke negara lain dengan tarif lebih rendah.

Bangladesh, India, dan Sri Lanka menjadi alternatif tujuan utama investor karena lebih ramah tarif. Akibatnya, beberapa perusahaan bahkan mempertimbangkan untuk menghentikan operasionalnya di Indonesia.

Baca Juga: Kemenkop Terbitkan SE Pembentukan Kopdes Merah Putih

Presiden dan Menteri Ketenagakerjaan Responsif

Menanggapi situasi tersebut, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa buruh harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah. Ia menilai pembentukan satgas sebagai langkah konkret yang harus segera diambil.

“Bagi saya, yang penting buruh adalah anak bangsa yang harus dilindungi dan dijaga. Saya tidak mau jadi pemimpin yang tidak mampu melindungi yang paling lemah,” tegas Prabowo.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengonfirmasi bahwa pembentukan satgas PHK sudah menjadi bagian dari rencana pemerintah. Menurutnya, pemetaan terhadap potensi penciptaan dan kehilangan lapangan kerja sudah dilakukan secara menyeluruh.

“Komponen satgas sebenarnya sudah kami siapkan. Selama ini kami memetakan risiko sektor industri dan perkembangan job creation. Semuanya sudah inline,” jelas Yassierli.

Langkah konkret dan cepat dari pemerintah akan menjadi penentu utama dalam menjaga stabilitas ketenagakerjaan nasional di tengah badai perang tarif global yang kian menguat.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru