Geser kebawah untuk baca artikel
Ekonomi

Indonesia Siapkan Diplomasi Hadapi Tarif Resiprokal AS 32%

×

Indonesia Siapkan Diplomasi Hadapi Tarif Resiprokal AS 32%

Sebarkan artikel ini
Indonesia Siapkan Diplomasi Hadapi Tarif Resiprokal AS 32%
Pemerintah Indonesia pilih jalur diplomasi hadapi tarif 32% dari AS, siapkan strategi jangka panjang jaga stabilitas ekonomi nasional.

JAKARTA, BursaNusantara.com – Pemerintah Indonesia tengah menyusun strategi diplomasi menyusul pemberlakuan kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS). Tenggat waktu yang diberikan AS kepada Indonesia untuk memberikan respons hanya sampai Rabu, 9 April 2025.

Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa Indonesia memilih pendekatan dialog dan negosiasi demi kepentingan jangka panjang ekonomi nasional.

Sponsor
Sponsor

Pemerintah Utamakan Diplomasi, Bukan Retaliasi

Dalam Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar secara virtual pada Minggu (6/4/2025), Menko Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyiapkan rencana aksi menyikapi tenggat singkat dari pihak AS.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Langkah Strategis Hadapi Tarif Resiprokal AS

“Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” ujar Airlangga.

Pemerintah Indonesia menyatakan tidak akan melakukan tindakan balasan atau retaliasi atas kebijakan tersebut. Sebaliknya, Indonesia lebih memilih untuk menempuh jalur diplomasi melalui koordinasi dengan United States Trade Representative (USTR), U.S. Chamber of Commerce, dan negara mitra strategis lainnya.

Jaga Stabilitas Ekonomi dan Iklim Investasi

Langkah diplomatik yang ditempuh Indonesia didasarkan pada kepentingan menjaga stabilitas ekonomi nasional serta hubungan perdagangan jangka panjang dengan AS. Airlangga menyebutkan bahwa pemerintah akan terus mengutamakan kehati-hatian dalam setiap kebijakan yang diambil.

Baca Juga: Indonesia-Malaysia Bersatu Hadapi Tarif Impor AS

Pemerintah juga terus berkoordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga untuk memastikan bahwa semua pertimbangan dibuat secara menyeluruh dan sesuai dengan kepentingan nasional. Kebijakan yang dirumuskan akan mempertimbangkan dampak fiskal dan implikasi jangka panjang terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Perhatian Terhadap Sektor Padat Karya

Pemerintah mencermati sektor-sektor yang paling rentan terdampak kebijakan tarif, khususnya industri padat karya berorientasi ekspor seperti industri alas kaki dan garmen. Fluktuasi pasar global menjadi tantangan besar bagi sektor ini, sehingga pemerintah menyatakan komitmennya untuk memberikan dukungan insentif secara tepat sasaran demi menjaga daya saing.

Sosialisasi dan penjaringan aspirasi dari pelaku usaha juga telah dijadwalkan. Pemerintah akan mengundang asosiasi industri pada Senin (7/4/2025) guna merumuskan kebijakan yang inklusif.

Baca Juga: Prabowo Angkat 31 Dubes RI, Perkuat Diplomasi Global

“Besok seluruh industrinya akan diundang untuk mendapatkan masukan terkait dengan ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya,” terang Airlangga.

Produk yang Dikecualikan dari Tarif AS

Adapun tarif resiprokal AS akan berlaku efektif mulai 9 April 2025. Namun, terdapat sejumlah produk yang dikecualikan dari kebijakan ini. Barang-barang yang termasuk dalam kategori pengecualian antara lain produk medis dan kemanusiaan yang dilindungi berdasarkan 50 USC 1702(b), serta produk yang sudah dikenakan tarif berdasarkan Section 232 seperti baja, aluminium, mobil, dan suku cadang mobil.

Produk strategis lainnya seperti tembaga, semikonduktor, kayu, farmasi, bullion (logam mulia), serta energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia di Amerika Serikat juga tidak termasuk dalam cakupan tarif baru ini.

Baca Juga: Tarif Resiprokal AS Ancam Ekspor Pakaian dan Furnitur RI

Kajian Mendalam dan Langkah Responsif

Pemerintah tengah melakukan evaluasi komprehensif terhadap dampak fiskal yang mungkin timbul dari kebijakan AS. Langkah ini mencakup perhitungan fiskal secara rinci agar setiap kebijakan tetap berada dalam koridor kehati-hatian dan menjaga keberlanjutan fiskal nasional.

“Karena ini masih dinamis dan masih perlu working group untuk terus bekerja, Bapak Presiden minta kita bersurat sebelum tanggal 9 April 2025. Namun teknisnya, tim terus bekerja untuk melakukan dalam payung deregulasi sehingga ini merespons dan menindaklanjuti daripada Sidang Kabinet yang lalu di bulan Maret,” kata Airlangga.

Koordinasi juga dilakukan bersama para pemangku kepentingan dari sektor keuangan dan investasi, termasuk Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Perdagangan Budi Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.

Alternatif Pasar Eropa Didorong sebagai Opsi Baru

Tak hanya fokus merespons kebijakan AS, pemerintah juga menyiapkan langkah strategis dalam memperluas akses pasar ekspor ke kawasan Eropa. Airlangga menyebutkan bahwa Eropa merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah China dan AS, sehingga perlu dioptimalkan sebagai alternatif pengganti.

“Ini juga bisa kita dorong, sehingga kita punya alternatif market yang lebih besar,” tandasnya.

Dengan strategi responsif dan kolaboratif ini, Pemerintah Indonesia berharap mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional, memperkuat daya saing industri dalam negeri, serta memastikan bahwa hubungan perdagangan internasional tetap saling menguntungkan.

Ikuti media sosial kami untuk update terbaru